Kamis, 29 Mei 2008

Cerpen: Perjalanan Mencari Makna (Ending)

Bagian 4

Eri memandang jendela bus dengan tatapan kosong. Ia tidak bisa tidur. Padahal ia paling tidak bisa menahan kantuk jika sudah berada di dalam bus yang ditumpanginya. Ia terlonjak ketika ada yang menepuk pundaknya.

”Kamu Eri, kan?” kata sosok perempuan berjilbab yang berdiri di sampingnya.

”Yah, seingat saya begitu,” sahut Eri.

”Kamu ini nggak berubah, ya, ” timpal perempuan berjilbab sambil duduk di bangku kosong di samping Eri.

Perempuan berjilbab itu bernama Zida. Zida adalah teman sebangku Eri waktu SD. Namun, mereka harus berpisah setelah lulus SD karena orangtua Zida pindah ke Malang. Dulu, Eri dan Zida bagaikan dua sisi dalam satu koin. Berlainan, tapi tak bisa dipisahkan. Kalau diibaratkan, Eri adalah perwujudan api yang penuh semangat membara dan Zida adalah perwujudan air yang mengalir tenang dan menyejukkan. Mereka sama-sama bekerja sama dalam dunia kejahilan.

Itu setelah Zida berteman akrab dengan Eri. Sebelumnya, Zida adalah gadis minder dan pemalu. Penampilannya feminim, bertolak belakang dengan Eri. Tapi, bukannya menjadi penghambat, justru perbedaan itulah yang membuat mereka lengkap. Eri sangat pandai dalam matematika dan ilmu eksak lainnya, tetapi sangat lemah kalau menghadapi pelajaran hafalan seperti sejarah. Bagi Eri sejarah itu membosankan. Sedangkan Zida sangat menyukai sejarah. Hal itu sering dimanfaatkan Eri yang sangat tidak suka menghafal tahun-tahun atau peristiwa-peristiwa.

Eri selalu cemberut jika disuruh Emak melakukan hal-hal berbau kewanitaan. Mencuci, menjahit, apalagi memasak. Tapi Eri akan sangat gembira kalau Emak menyuruhnya memanjat pohon kelapa atau memperbaiki genteng yang bocor, kalau Bapak sedang melaut. Sedangkan Zida, akan dengan senang hati membantu Eri menjahit kancingnya yang copot, atau mengerjakan tugas merajut dari guru kesenian. Dan sebagai balasannya, Eri akan menjadi pengawal dan pelindung Zida di sekolah. Sejak mereka berteman, tidak ada lagi anak laki-laki yang menggoda Zida. Kebanyakan mereka takut dijotos Eri. Zida memang cantik sejak kecil. Kulitnya putih, rambutnya panjang dan halus. Banyak anak laki-laki yang menyukainya. Bahkan, ketika mereka sendiri belum mengerti arti cinta.

Sekali lagi, itu dulu. Sekarang Zida tampak berbeda di mata Eri. Lebih anggun dan ceria. Eri heran, kenapa rambut indah Zida harus ditutup dalam balutan kerudung. Zida tersenyum. Zida menangkap arti tatapan Eri yang kaget sekaligus keheranan melihat sosoknya yang baru.

”Kenapa? Heran melihat aku tambah cantik?” canda Zida memecah kesunyian.

Eri tersenyum, lalu membalas, ”Bukannya kamu yang heran melihat aku jadi cantik?”

Zida melihat rok yang dipakai Eri. Sebenarnya Emak yang membelikan. Jadi, terpaksa dipakainya. Mereka tertawa. Melanjutkan menanyakan kabar dan mengobrol mengenang masa lalu. Rupanya Zida ke Gresik, menengok buleknya yang baru melahirkan. Zida menangkap sesuatu dari mata Eri. Mata coklat itu tidak biasanya sendu. Selama ia mengenal Eri, ia hanya mendapati matanya bersinar bahagia atau berkilat nakal ketika akan berbuat jahil. Tidak pernah Zida melihat mata Eri yang ini.

Zida memegang tangan Eri dan berkata, ”Ri, kamu ada masalah? Ada yang mau kau ceritakan?”

Eri menggeleng. Tapi ia tahu kalau Zida tahu ia berbohong. Eri tak dapat lagi menahan air matanya. Zida memeluknya. Semua yang ia dengar dari Bapak ia ceritakan kembali pada Zida. Di akhir ceritanya dengan ragu-ragu Eri berkata, ”Zid, apakah aku ini anak haram? Apa yang harus aku lakukan, Zid? Apakah Allah akan memaafkan semua dosaku karena perbuatan orangtua kandungku?”

Zida tetap mengenggam tangan Eri. Dengan tenang ia mengatakan, ”Ri, tidak ada yang namanya anak haram. Kamu tidak salah. Ibumu juga tidak. Karena ibumu adalah korban. Yang salah adalah ayahmu dan keluarga ibumu. Tapi, kita tidak akan membicarakan kesalahan mereka di sini.”

Zida membenahi posisi duduknya tepat menghadap Eri, lalu melanjutkan, ”Dalam Surat Al Baqarah, ayat 286 Allah SWT berfirman: "Kepada dirinya apa yang ia kerjakan, dan atas dirinya apa yang dia lakukan." Maksudnya, baik dan buruknya suatu perbuatan, harus ditanggung sendiri oleh yang mengerjakannya, tidak boleh dibebankan atas orang lain.

Kemudian dalam Surat Al Isra', ayat 15: "Dan seseorang tidak berkuasa memikul dosanya orang lain. Dalam Surat An Najm, ayat 38 dan 39: "Bahwa seseorang tidak berkuasa menanggung dosanya orang lain dan sesungguhnya seorangpun tidak akan menerima pahala melainkan daripada perbuatannya sendiri." Karena itu Ri, dalam Islam tidak ada yang namanya dosa warisan. Semua bayi terlahir suci. Seorang anak tidak akan menanggung dosa yang dibuat oleh kedua orang tuanya, begitu juga sebaliknya. Surat Luqman, ayat 33 menyebutkan: "Hai Manusia hendaklah kamu takut kepada suatu hari (kiamat) seorang bapak tidak berkuasa membebaskan anaknya (dari perbuatan anaknya), seorang anak tak akan berkuasa membebaskan perbuatan bapaknya."

Ayat-ayat yang aku sebutkan tadi jelas sekali menunjukkan bahwa seseorang tidak berkuasa menebus dosanya atau mengambil oper pahala orang lain. Jadi dalam Islam, tidak ada manusia yang berkuasa menebus dosa, atau seorang pejabat menebus dosa, perbuatan baik atau jahat harus ditanggung sendiri oleh yang mengerjakannya.”

Zida memandang Eri yang masih menyimpan keraguan. “Tapi, Ri, ada yang bisa kamu lakukan.”

Eri bimbang, ”Apa itu, Zid?”

”Begini, seseorang memang tidak bisa memikul beban dosa orang lain, atau mentransfer pahala perbuatannya kepada orang lain. Tetapi, dalam sebuah hadist, yang InsyaAllah isinya, Telah putus amal ibadah seorang muslim kecuali disebabkan tiga perkara. Yaitu, ilmu yang bermanfaat, shodaqah jariyah, dan do’a dari anak yang sholeh atau sholehah.

Karena itu, Ri. Kamu masih punya kesempatan untuk mengirim do’a pada ibumu. Dan juga pada ayahmu, entah masih hidup atau sudah tiada. Satu lagi, Ri. Sebenarnya kamu ini gadis yang kuat. Karena Allah tidak pernah memberi ujian kepada hamba-Nya melebihi batas kemampuannya. Itu berarti, kamu dipilih oleh Allah untuk menerima ujian ini karena kamu adalah manusia yang kuat. Yang aku yakin kalau ujian ini didatangkan padaku, belum tentu aku sanggup menerimanya.”

”Aku tidak sehebat itu, Zid. Aku ini anak nakal,” Eri mengingat kembali semua ulahnya yang sering membuat orang jengkel.

”Nakal, tapi cerdas,” sahut Zida.

Eri tersenyum. Untuk sesaat Eri merasa tenang. Ia bersyukur telah dipertemukan dengan Zida.

”Kamu tahu, apa definisi orang kuat?” tanya Zida

Eri menggeleng. ”Apa?”

”Orang kuat adalah orang yang akan segera bangkit setelah dia terjatuh. Dan akan menghadapi dunia dengan kepala tegak dan senyum mengembang,” zida berdeklamasi.

Mereka kembali tertawa. Zida bisa melihat mata sendu Eri sudah lenyap dan digantikan mata coklat menawan yang selama ini dia kenal. Kernet memanggil penumpang yang berhenti di pertigaan. Di sana berjejer bus-bus jurusan Malang. Sebelum turun dari bus untuk berganti bus jurusan Malang, Zida memberikan kartu namanya pada Eri. Mereka berpelukan dan saling mengucap salam perpisahan. Semoga bisa berjumpa lagi.

Sejenak Eri bisa melupakan masalahnya. Tapi ketika sosok Zida berlalu ia kembali murung. Eri ingin segera sampai di kamar kosnya. Tiba di Terminal Oso Wilangon, Eri berganti angkot WK untuk turun di Pacar Keling. Terakhir, Eri naik angkot T2 yang akan menurunkannya tepat di depan gang kosnya.

Setelah membuka pintu kamarnya, Eri terhenyak. Baru kali ini dadanya bergetar mendengar alunan Adzan Maghrib. Selama ini, adzan baginya tidak berarti apa-apa. Eri beranjak mengambil wudhu. Kos-kosan sepi. Mungkin belum ada yang balik dari kampungnya selain dia. Ia kemudian meraih mukenahnya kemudian mengangkat tangan untuk bertakbir. Di akhir rakaat sholatnya, Eri bersimpuh di atas sajadahnya. Menderas. Mengadu pada Sang pemilik hati.

“Kini aku semakin menyadari bahwa Sang Kuasa jauh lebih mencintaiku dari pada cintaku pada diriku sendiri. Bahwa Sang Pencipta menyayangiku dan hanya ingin memberikan makna hidup yang terbaik dalam pengembaraan hidupku. Karena itu… aku akan berbuat yang terbaik dalam hidupku, “ di akhir doa’anya, Eri bertekad.

Label:

1 Komentar:

Pada 21 Desember 2008 pukul 23.15 , Anonymous Anonim mengatakan...

Terminal Osowilangon, mungkin sampeyan dari Gresik, Bojonegoro atau Lamongan ya?.Wah tetanggaan dong.

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda